(Studi Kasus di Sentra Industri Tahu Gamping, Sleman, DIY)
Wagiman1, Jumeri1, Mahmud Hasan2
1Staf Pengajar Jurusan TIP FTP UGM
2 Alumni Jurusan TIP FTP UGM
ABSTRACT
Whey is a part of tofu wastewater contains high organic material, relatively fluctuate at Chemical Oxygen Demand (COD), and low pH. Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) reactor is very positive to reduce organic material and change it to biogas as an alternative energy source.
The UASB reactor was operated in the upflow system in which the whey flows upward through an anerobic sludge blanket comprising about half the volume of the reactor. The UASB fed by whey in two metods : batch with circulation and batch without circulation.
The results obtained show that batch without circulation method better than batch with circulation. Batch without circulation method can produce 251.964,75 mL biogas/kg COD; 88 % COD removal (4 days); and increase 98,23 % of pH value (4 days). Batch with circulation method can produce 109,917,51 mL biogas/kg COD; 85,32 % COD removal (4 days); and increase 84,75 of pH value. In industry scale, 1953,231 L biogas is produced from 300 kg of soy beans or 1200 L whey/day.
PENDAHULUAN
Tahu adalah makanan bergizi yang populer di masyarakat yang berasal dari ekstrak protein kedelai yang digumpalkan dengan asam, ion kalsium, atau bahan penggumpal lainnya (Rans, 2005). Industri tahu menghasilkan limbah padat dan cair dalam jumlah besar dan mengandung bahan organik cukup tinggi. Limbah padat belum terlalu mencemari lingkungan karena bisa digunakan untuk membuat tempe serta pakan ternak sapi, kerbau, kambing, babi, dan ikan (Nurhasan dan Pramudyanto, 1991). Limbah cair merupakan buangan pabrik tahu terbanyak yang mengandung sisa air susu tahu yang tidak tergumpal menjadi tahu, sehingga limbah cair pabrik tahu masih mengandung zat-zat organik seperti protein, karbohidrat dan lemak. Limbah cair industri tahu yang paling berbahaya apabila dibuang secara langsung ke lingkungan adalah whey yang merupakan hasil samping proses penggumpalan dengan kandungan bahan organiknya sangat tinggi (Suryandono, 2004) dan pHnya rendah karena mengandung sisa cuka yang digunakan untuk pembuatan tahu. Pembuangan limbah cair ke lingkungan tanpa melalui IPAL akan mengakibatkan bau busuk dan pencemaran lingkungan.
Secara fisik, whey berwarna kuning, kental, dan berbau menyengat jika tersimpan lebih dari 24 jam. Limbah cair tahu secara alami sudah mengandung mikroorganisme karena kandungan bahan organiknya tinggi (Santika (1987) dalam Wagiman, et.all. (2003))
Tabel 2.2 Karakteristik limbah cair tahu (whey)
Parameter Satuan Nilai
1.pH - 4-5
2. COD mg/L 30.000 – 40.000
3. BOD mg/L 10.000 – 15.000
4. N-NH3 mg/L 30 – 40
5. N-total mg/L 300 – 350
6. Protein % 0,30 – 0,40
7. Padatan tersuspensi mg/L 6.000 – 8.000
Sumber : Wagiman, et.all (2003)
Dengan melihat karakteristik limbah cair tahu di atas, maka limbah cair tahu tergolong limbah cair yang mengandung bahan organik yang tinggi dan pada umumnya biodegradable atau mudah diurai oleh mikrobia. Kondisi tersebut akan sangat menguntungkan untuk diolah dengan proses biologis, yaitu memanfaatkan kehidupan mikrobia untuk menguraikan zat organik. Penanganan limbah secara aerobik menimbulkan kendala berupa timbulnya busa dan degradasi protein yang sedikit karena protein bermassa molekul besar hanya dapat didegradasi secara efektif oleh mikroorganisme anaerobik (Metcalf dan Eddy, 1991). Penanganan secara anaerobik dirasa lebih tepat karena mampu menerima kandungan bahan organik yang tinggi, dapat menghasilkan energi, dan menghasilkan surplus lumpur yang rendah (Pusteklim, tanpa tahun).
Pengolahan limbah organik secara anaerobik menghasilkan biogas yang bisa digunakan sebagai sumber energi. Pembentukan biogas terjadi selama proses fermentasi berjalan (Setiawan, 2005). Biogas adalah gas mudah terbakar, tidak berwarna, dan tidak berbau yang mengandung 40-70 % metana (CH4), 30-60 % karbondioksida (CO2) serta sedikit hidrogen (H2) dan hidrogen sulfida (H2S) (Anonim,2005). Metana yang terkandung dalam biogas mempunyai nilai kalor antara 590 – 700 K.cal/m3 yang berpotensi sebagai sumber energi. Salah satu reaktor anaerobik yang banyak digunakan sebagai pengonversi bahan organik menjadi biogas adalah UASB (Upflow Anaerobic Sludge Blanket) (Field, 2003) yang bermula dari ide Dr. Gatze Lettinga dan koleganya pada akhir tahun 1970-an (1976-1980) di Wageningen University (Belanda). Prinsip kerja reaktor ini adalah aliran influen masuk dari bawah reaktor menembus lapisan lumpur mikrobia dalam reaktor sehingga kontak antara lumpur mikrobia dengan limbah cair semakin banyak. Namun dorongan ke atas tersebut tidak boleh terlalu kuat agar lumpur mikrobia tidak ikut keluar bersama efluen ( (Pusteklim, 2002).
Produksi biogas yang dihasilkan dan penurunan tingkat pencemaran limbah setelah melalui IPAL perlu diketahui sebagai dasar dalam perancangan IPAL yang memanfaatkan biogas.
Pengolahan limbah cair tahu dengan ABR menunjukkan bahwa degradasi bahan organik dapat mencapai 91,78 %, sehingga COD keluaran ABR berkisar antara 400-700 mg/L (Wagiman, 2003) dan belum mencapai standard baku mutu limbah cair industri tahu yang disyaratkan pemerintah sebesar 100 mg/L..
Penelitian mengenai penanganan limbah cair tahu whey yang dilakukan oleh Anwar (2005) menggunakan reaktor ABR (Anaerobic Baffled Reactor) menunjukkan bahwa produksi biogas yang dihasilkan dengan metode batch tanpa sirkulasi dan dengan sirkulasi adalah 1.469 dan 1.727,78 mL/hari
Pengolahan limbah cair tahu whey dengan reaktor UASB diharapkan dapat memproduksi biogas dan menurunkan kandungan bahan organik lebih banyak.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan dua metode yaitu metode batch tanpa sirkulasi (BTS) dan batch dengan sirkulasi (BDS) untuk mengetahui banyaknya biogas yang dihasilkan dari kedua metode, serta efisien dalam menurunkan nilai COD dan menetralkan nilai pH limbah cair industri tahu serta potensi biogas skala industri. Mikrobia yang digunakan adalah lumpur mikrobia reaktor UASB di Klaten milik PUSTEKLIM Dian Desa ditambah dengan Bio2000 sehingga memenuhi separuh volume reaktor. Sisa volume reaktor diisi dengan whey tahu. Total volume reaktor sebesar 7,8 L dengan diameter alas 4 inch dan tinggi 1 m.
Volume gas dicatat setiap hari (selama 12 hari) untuk mengetahui laju produksi gas per hari, sedangkan uji COD dan pH dilakukan pada sampel limbah cair yang diambil setiap 4 hari sekali. Dari data-data tersebut diketahui produksi biogas per hari, penurunan COD, dan kenaikan pH, sehingga dapat ditentukan berapa HRT yang optimal untuk pengolahan limbah cair tahu dengan metode ini.
Gambar Reaktor UASB dan Penampung Gas
Keterangan : lubang A, B, C, dan D merupakan kran pengambilan sampel
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Produksi Biogas
Penelitian menunjukkan bahwa produksi biogas metode BTS maupun BDS berubah sesuai dengan perubahan waktu tinggal. Perubahan jumlah produksi biogas mengikuti pola logaritmik yang berarti bahwa jumlah produksi biogas di awal periode meningkat tajam dan setelah penambahan waktu tinggal tertentu tidak lagi efektif meningkatkan jumlah produksi biogas. Grafik yang terbentuk sebagaimana pada gambar berikut dengan persamaan kurva produksi biogas metode BTS dan BDS adalah y = 2.6734 Ln (x) + 2.4147 dan y = 0,8069 Ln (x) + 2,1943. Kesesuaian persamaan trendline dengan data aktual yang ada ditunjukkan dengan nilai R2.yang mendekati 1. R2 metode BTS dan BDS masing-masing sebesar 0,9856 dan 0,934 yang menunjukkan bahwa persamaan tersebut cukup mewakili data yang ada.
Gambar 4.1 Produksi Kumulatif Biogas
Produksi biogas maksimal tercapai pada hari pertama lalu berangsur-angsur menurun sehingga pertambahan produksi biogas pada kedua metode semakin mengecil karena kandungan bahan organik dalam limbah semakin sedikit.. Anwar (2005) menyatakan bahwa penurunan pertambahan produksi biogas terjadi seiring dengan menurunnya kandungan bahan organik dalam limbah cair tahu. Penurunan kandungan bahan organik ini ditunjukkan oleh penurunan COD.
Produksi biiogas metode BTS selama 12 hari lebih besar dari metode BDS. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Marchaim (1992) yang mengungkapkan bahwa penambahan perlakuan sirkulasi mampu meningkatkan produksi biogas yang dihasilkan karena kontak antara limbah cair dengan mikrobia semakin besar, sehingga penelitian lanjutan tentang penyebab hal ini perlu dilakukan.
Kenaikan volume akumulatif biogas mulai mengecil pada hari ke-4 sampai hari ke-5 sebesar 11,2 % dengan penurunan tajam laju produksi biogas sebesar 48,88 % untuk metode BTS, serta 5,9 % dan 2,4 % untuk metode BDS.
Kenaikan volume kumulatif biogas semakin mengecil pada hari ke-5 sampai hari ke-6 sebesar 5,76 % dengan penurunan laju produksi biogas sebesar 42,89 % untuk metode BTS, serta 6,12 % dan 2,41 % untuk metode BDS, sehingga waktu tinggal optimal dalam produksi biogas adalah 4 hari. Hal ini diperkuat dengan perhitungan SPSS metode Duncan berikut yang menunjukkan bahwa produksi biogas hari ke-5 sampai ke-12 berbeda nyata dengan hari-hari sebelumnya. Penggantian limbah cair harus dilakukan pada hari kelima agar produksi limbah tetap tinggi.
Tabel Perhitungan produksi biogas dengan SPSS metode Duncan
BTS Subset for alpha = .05
1 2
Duncan(a) 12 .1500
11 .1650
10 .2000
9 .2575
7 .2805
8 .3020
6 .4065
5 .7100
3 1.0515
2 1.3350 1.3350
4 1.3910 1.3910
1 2.5695
Sig. .082 .065
B. Penyisihan Bahan Organik
Penyisihan bahan organik dinyatakan dengan nilai COD (Wagiman, 2005) yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam proses oksidasi secara kimia terhadap zat-zat organik dalam limbah cair yang ekivalen dengan nilai konsentrasi kalium dikromat (K2Cr2O7) (Ginting, 1992). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh bahan-bahan organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses biologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air (Algert,1987).
Penyisihan bahan organik pada limbah cair whey tahu dengan metode BTS dan BDS selama 12 hari ditunjukkan dalam gambar berikut.
Gambar Penurunan nilai COD
Influen yang digunakan dalam penelitian merupakan limbah cair (whey) yang dibuang industri tahu ke lingkungan tanpa melewati IPAL sehingga nilai COD influen cukup tinggi yang menunjukkan besarnya kandungan bahan organik dalam influen (Indriyati, 2005).
Kandungan bahan organik menurun setelah melewati reaktor sebagaimana yang ditunjukkan oleh nilai CODnya. Secara kumulatif, penurunan COD pada hari ke-4, 8, dan 12 bertambah yaitu berturut-turut 88%, 95%, dan 98,57% untuk metode BTS serta 85,32%; 87,13%; dan 96,91% untuk metode BDS.
Penurunan COD disebabkan oleh aktivitas mikrobia di dalam reaktor, yaitu dengan jalan merombak bahan organik dalam limbah cair menjadi gas-gas metana, karbondioksida, hidrogen dan lain-lain yang sifatnya menguap dan meninggalkan cairan limbah (Anonim, 1994).
Besarnya penurunan COD karena pengolahan limbah cair berada di lingkungan tropis pada suhu di atas 12 OC sehingga efisiensi perubahan COD diatas 60 % (Marchaim,1992).
Waktu tinggal optimal untuk menghasilkan biogas adalah 4 hari, sehingga effluen masih harus mendapatkan penanganan limbah selanjutnya karena penurunan COD sampai hari keempat sebesar 1380 mg/L dan 840 mg/L atau 88 % dan 85,32 % dari COD influen belum mencapai standard baku mutu yang ditetapkan pemerintah sebesar 100 mg/L
C. pH
Kenaikan nilai pH pada pengolahan limbah cair dengan metode BDS dan BTS dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar Perubahan pH
Nilai pH influen metode BTS dan BDS cukup rendah, yaitu sebesar 3,879 dan 3,988 karena limbah cair tahu banyak mengandung asam asetat yang digunakan untuk penggumpalan protein dalam proses pembuatan tahu (Anonim, 1994). Nilai ini jauh di bawah baku mutu limbah cair tahu yang ditetapkan oleh pemerintah DIY sebesar 6 – 9 (SK Gubernur DIY no. 281/KPTS/1998 dalam Wagiman, 2004). Nilai pH rendah dapat membahayakan kehidupan biota air sehingga keseimbangan ekosistem air dapat terganggu (Wagiman, 2004).
Nilai pH pada sebuah digester biogas juga merupakan fungsi waktu tinggal (FAO, 1996). Pada periode awal cenderung rendah lalu naik pada periode berikutnya yang menunjukan bahwa proses asidogenesis dan metanogenesis berlangsung secara terpisah (Bell dan Buckley (2003) dalam Wagiman et all, 2004).
Pada metode BTS, pH limbah cair cenderung naik setelah melewati reaktor dengan kenaikan sebesar 98,23 % (dari 3,879 menjadi 7,691) pada hari keempat, lalu menurun sebesar 1,28 % (dari 7,691 menjadi 7,592) pada hari kedelapan, dan naik lagi sebesar 5,23 % (dari 7,592 menjadi 7,990) pada hari keduabelas.
Pada metode BDS juga mengalami perubahan pH pada setiap periode. Kenaikan pH pada periode pertama sebesar 84,75 % (dari 3,988 menjadi 7,369), lalu naik sebesar 1,39 % (dari 7,369 menjadi 7,472) pada hari kedelapan, dan kemudian turun sebesar 1,47 % (dari 7,472 menjadi 7,361) pada hari keduabelas mendekati pH netral.
Penurunan pH pada digester terjadi pada BTS periode kedua dan metode BDS periode ketiga karena bakteri mendegradasi sebagian senyawa menjadi asam. FAO (1996) menyatakan bahwa bakteri pembentuk asam memproduksi sejumlah besar asam-asam organik sehingga pH dalam digester turun. Peningkatan pH disebabkan karena proses digesti yang berlanjut sehingga menyebabkan konsentrasi NH4+ meningkat (FAO, 1996).
Peningkatan pH tersebut disertai produksi biogas yang cukup besar seperti tercatat dalam kurva laju produksi biogas saat awal sistem operasi. FAO (1996) menyatakan bahwa produksi biogas optimum tercapai saat nilai pH dalam digester berkisar antara 6 dan 7.
Penelitian menunjukkan produksi biogas mencapai maksimal pada hari pertama, berarti proses hidrolisis dan asidifikasi berlangsung cepat dan kemungkinan kenaikan pH menjadi 6 dan 7 terjadi pada hari itu juga. McLean (1995) menyatakan bahwa waktu tinggal limbah dalam UASB selama 8,5 jam dengan efisiensi penurunan COD sebesar 70-90 %. Reaksi metanogenik tersebut nampak berupa munculnya gas yang mengakibatkan gelembung-gelembung udara pada tabung air penampung gas pada beberapa jam setelah penambahan influen.
Kekurangan penelitian ini adalah tidak dilakukan penghitungan volume gas dalam jangka waktu lebih pendek dan tidak dilakukan uji pH setiap hari sehingga tidak diketahui lebih pasti kapan mulai dan berakhirnya suatu tahap.
D. Potensi Biogas
Biogas mempunyai kisaran komposisi gas metan (CH4) antara 54-70 % (Yuli, 2005) dan mengandung kalor 8900 kcal/m3 metana murni (Harahap,1978).sehingga metode BDS dan BTS yang diopersikan selama 4 hari pada penelitian ini mampu menghasilkan kalori sebagaimana pada tabel berikut.
Tabel Produksi biogas metode BTS dan BDS
Parameter Satuan BTS BDS
Biogas mL/hari 1.587 859,5
Metana mL/hari 856,98 464,13
Kalori Kcal/hari 7,627 4,132
Efisiensi produksi biogas % 38,87 16,96
Jika suatu industri tahu mengolah 300 kg kedelai/hari dan jumlah kecutan yang dihasilkan sebanyak 1800 L/hari serta jumlah whey yang digunakan untuk kecutan hari berikutnya sekitar 30 % (Wagiman, 2003), maka air kecutan yang dibuang sekitar 1200 L/hari.
Dengan asumsi 1 L solar setara dengan Rp 4.300,00 dan 1 m3 biogas setara dengan 0,61 L minyak diesel (Anonim, 2005), maka biogas yang diperoleh selama 4 hari setara dengan Rp 5.117,46 atau Rp 460.571,87/tahun (360 hari) atau setara dengan 107,12 L solar dengan efisiensi 38,87 % dari total nilai tambah yang seharusnya bisa diperoleh (lampiran).
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pengolahan satu kg COD limbah cair tahu dengan reaktor UASB metode BTS mampu menghasilkan 251.964,75 mL biogas atau 136.060,97 mL metana. Pengolahan dengan metode BDS mampu menghasilkan 109.917,51 mL biogas atau 59.355,46 mL metana
2. Pengolahan limbah cair tahu dengan reaktor UASB optimal dilakukan selama 4 hari dengan kemampuan metode BTS dalam menurunkan COD sebesar 88 % dan menaikkan pH sebesar 98,23 %. Pengolahan metode BDS mampu menaikkan COD sebesar 85,32 % dan menaikkan pH sebesar 84,75 %. Pengolahan limbah cair tahu selama 12 hari metode BTS mampu menurunkan COD sampai baku mutu limbah cair yang diperkenankan, sedang metode BDS belum mampu menurunkan COD sampai baku mutu limbah cair yang diperkenankan sebesar 100 mg/L. Kedua metode mampu menaikkan pH sampai range pH limbah cair yang diperkenankan.
3. Aplikasi UASB pada pengolahan whey industri tahu dari 1.200 L whey/hari diperkirakan mampu manghasilkan 1.953,231 L biogas/tahun atau setara dengan 107,12 L solar atau senilai Rp 460.571,87
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2005. Biogas Plants. www. Crtnepal.org.
Anonim. 1994. …. Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta
Anonim, 10 Mei 2005. Teknologi Biogas www.balipost.co.id
FAO. 1996. A System Approach to Biogas Technology. www.fao.org.
Field, Jim. 15 September 2002. Anaerobic Granular Sludge Bed Reactor Technology. www. Uasb.org.
Field, Jim. 20 September 2002. Granulation. www. Uasb.org.
Harahap, D. Filino; Apandi; Ginting. 1978. Teknologi Gas Bio. Surya International. Pusat Teknologi Pembangunan ITB. Bandung
Indriyati. 2005. Pengaruh Waktu Tinggal Substrat Terhadap Efisiensi Reaktor Tipe Totally Mix. www.iptek.net.id
Marchaim, Uri. 1992. Biogass Processes for Sustainable Development. Israel
Metcalf dan Eddy. 1991. Wastewater Engineering Treatment Disposal Resue. John Willy and Sons. Toronto
Nurhasan, Pramudyanto,B.B., 1991. Penanganan Air Limbah Pabrik Tahu. Yayasan Bina Kasta Lestari Bintarti. Semarang
Pusteklim. ... . Pengolahan Air Limbah Industri Tahu. Pusteklim. Yogyakarta
Pusteklim. 2002. Uplift Anaerobic Sludge Blanket (UASB). Pusteklim. Yogyakarta
Rans. 26 Januari 1999. Tahu. www. warintek.progressio.or.id
Setiawan,Yuli. 27 Mei 2005. Mengubah Limbah Ternak Jadi Energi. www. iatpi.org
Suryandono, AG. 2004. Identifikasi Laju Produksi Biogas pada Pengolahan Limbah Cair Tahu Menggunakan Anaerobic Baffled Reactor (ABR). Jurusan TIP FTP UGM. Yogyakarta
Wagiman, Atris, S dan Jumeri. 2001. Optimasi Kebutuhan Limpur Aktif Untuk Proses Pengolahan Limbah Cair Pada Sentra Industri Tahu “Ngudi Lestari”. Lembaga Penelitian UGM. Jogjakarta
Wagiman; Suryandono, Ag. 2004. Kajian Kombinasi Anaerobic Baffled reactor (ABR) dan Sistim Lumpur Aktif Untuk Pengolahan Limbah Cair Tahu. Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta
Wagiman. 2005. Identifikasi Potensi Produksi Biogas dari Limbah Cair Tahu dengan menggunakan Reaktor UASB. TIP FTP UGM. Yogyakarta
LAMPIRAN
Asumsi :
Kapasitas kedelai = 300 kg/hari
Jumlah limbah cair = 4.320 L/hari
Bila :
3,9 L limbah cair (4 hari) = 6,348 L biogas
4.320L limbah cair (4 hari) = 7.031,631 L biogas = Rp 18.422,87 (4 hari)
= Rp 1.658.058,54 (1 tahun)
Teoritis :
Bahan organik terolah per hari selama 4 hari :
= 6.976,8 gr COD/hari
= 0,35 L CH4/gr COD* 6.976,8 gr COD/hari
= 2441,88 L CH4/hari = 4.522 L biogas/hari
= Rp 11.847,64/hari = Rp 47.390,56 (4 hari)
= Rp 4.265.150,40 (1 tahun)
Efisiensi :
= (Rp 1.658.058,54 : Rp 4.265.150,40) * 100 %
= 38,87 %
0 comments:
Post a Comment