Saturday 5 March 2011

Posted by jinson on 05:11 1 comment

**Dari Laporan Praktikum Mikrobiologi Industri : Yogurt plus Tape**

Pembahasan
1. Tape
Tape merupakan makanan khas yang banyak dikenal masyarakat Indonesia terutama di Jawa. Di Sunda, tape di kenal sebagai peuyeum yang diambil dari nama bahan asalnya. Melihat banyaknya konsumen yang telah mengenal dan ternyata menyukai produk ini, mengindikasikan adanya prospek pasar tape yang cukup bagus sehingga tahap proses pembuatan dan modifikasi dalam hal proses serta penggunaannya perlu diteliti lebih lanjut agar memungkinkan pemasaran yang sukses.
Pada praktikum mikrobiologi industri ini dilakukan proses pembuatan tape dalam skala laboratorium yang ditujukan untuk mengetahui rangkaian proses pembuatan tape, contoh pemanfaatannnya, beserta analisanya. Tape yang ingin dibuat adalah tape yang berasal dari ketela pohon (singkong) melalui proses fermentasi dengan campur tangan mikroba.
Ragi tape yang digunakan merupakan inokulan yang mengandung kapang amilolitik yang mampu menghidrolisis pati. Kapang tersebut adalah Amylomyces rouxii (semula dikenal sebagai Chlamydomucor rouxii). Amylomyces rouxii merupakan organisme yang berdivisio Thallophyta dan sub divisio fungi yang mampu memecah pati pada ketela dengan cara memproduksi enzim hidroliltik berupa amilase.
Singkong merupakan bahan pangan yang mengandung karbohidrat sehingga bahan ini bisa difermentasi oleh mikroba. Karbohidarat dalam proses fermentasi ini berfungsi sebagai penyedia karbon bagi mikroba.
Proses pembuatan tape pada praktikum ini diawali dengan penimbangan ketela, hal ini bertujuan untuk menyusun neraca bahan. Langkah selanjutnya adalah mengupas kulit ketela, hal ini karena bahan yang akan difermentasi dan dikonsunsi hanyalah bagian daging buahnya saja yang mengandung karbohidrat. Pengupasan dapat dilakukan dengan cepat denganh cara mengiris kulit secara memanjang searah panjang ketela, lalu dibuka kulit tersebut dengan arah melebar. Setelah itu bahan dicuci dengan air agar kotoran-kotoran seperti tanah dan kulit ketela yang terikut dan menempel pada bahan bisa hilang, tujuan lain dari pencuciana ini adalah untuk menghilangkan lender dan glukosa HCN yang kadang-kadang terikut pada ketela. Bila tidak dicuci, lendir bisa mengakibatkan warna ketela menjadi kehitaman, karena bagian ini mengandung enzim polyphenol yang mampu bereaksi dengan udara menghasilkan warna hitam kecoklatan. Pengilangan lendir juga berfungsi untuk mencegah aroma yang tidak enak pada ketela yang diolah. Bahan kemudian dikukus dalam panci/dandang agar kadar air bahan menurun. Hal ini dilakukan karena kebanyakan kapang membutuhkan Aw minimal untuk pertumbuhan.
Setelah bahan matang, bahan diambil dalam keadaan panas dan ditaburi (dicampuri) gula dalam keadaan panas pula agar gula bisa larut ke dalam bahan. Penambahan gula ini bertujuan agar tape yang dihasilkan tidak terlalu asam. Setel;ah itu bahan didinginkan dan ditaburi(dicampuri) ragi. Pendinginan sebelum penaburan ragi ini untuk mencegah kematian ragi akibat suhu tinggi.
Ragi ini dijual di pasaran dalam bentuk tablet, sehingga perlu digerus dulu sampai halus sehingga memudahkan dalam pemerataan ragi pada permukaan bahan. bahan yang sudah diberi ragi ini kemudian disimpan dalam kardus berlubang yang dialasi dengan daun pisang agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lain. Struktur daun pisang yang berpori ini memungkinkan kapang tetap bisa mengambil oksigen dari lingkungan. Kebanyakan kapang termasuk A. rouxii termasuk mikroba aerob yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.
Langkah terakhir adalah menyimpan bahan ini dalam incubator pada suhu kamar. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kapang adalah sekitar 35-30 derajat Celcius, tapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 37 derajat celcius atau lebih tinggi.
Kebanyakan kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas yaitu 2 - 8,5 tetapi biasanya pertumbuhan akan baik pada kondisi pH rendah/asam (Fardiaz,1992).
Pada proses inkubasi ini, kapang mengalami fase adaptasi (lag) dan pertumbuhan eksponensial (log).
Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lebih lambat dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Tetapi sekali kapang dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pembentukan miselium dapat berlangsung lebih cepat (Fardiaz,1992)
Pada fase adaptasi, kapang tidak melakukan proses apapun kecuali aktivitas penyesuaian diri terhadap lingkungan yang baru. Jumlah kapang relatif tetap bahkan terkadang menurun. Semakin lama fase adaptasi, maka akan semakin lama pula proses pembuatan tape, sehingga tahap ini perlu diminimalkan dengan pemakaian kapang dan substrat dalam jumlah yang sesuai. Pada fase log, jumlah kapang naik tajamsehingga kadang memberi penampakan yag kurang menarik pada tape. Pada fase log ini, kapang mulai melakukan proses fermentasi karbohidrat. Fermentasi dilakukan dengan cara menghidrolisa pati menjadi maltosa dan glukosa, yang selanjutnya sakarida ini difermentasi menjadi alcohol dan asam-asam organic pendukung flavor dan aroma yang enak (Sudarmadji,1989). Pembuatan tape berlangsung selama kurang lebih 2-3 hari. Lamanya pembuatan tape ini disebabkan karena lambatnya pertumbuhan kapang.
Fermentasi dinyatakan cukup bila telah terbentuk tekstur yang lunak, rasa manis, dan aroma yang khas. Lama fermentasi tergantung pada suhunya, biasanya berkisar antara 48-72 jam.. Perubahan biokimia yang pertama pada fermentasi tape adalah hidrolisis molekul pati menjadi maltosa dan glukosa sehingga rasanya manis dan fermentasi sebagian gula menjadi alkohol dan asam organik (Sudarmadji,1989).
Tape yang dibuat kelompok 4 memberi penampakan khas sebagaimana tape pada umumnya. Perubahan yang terjadi pada pembuatan tape ini antara lain :
- rasanya asam. Hal ini disebabkan karena nilai pH selama fermentasi tape turun dari pH 6 menjadi pH 3,5 tetapi pada umumnya pH mencapai 4
- bahan menjadi lunak/kenaikan kadar cairan. Selama fermentasi tape ubi volume cairan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan selama hidrolisa pati menjadi gula sederhana, perubahan sebagai gula menjadi asam organik dan alkohol, serta pembentukan ester terjadi pelepasan air
- agak manis. Hal ini disebabkan Karen penambahan gula pada ketela sebelum dicampuri ragi
- terbentuk alcohol, CO2, dan energi panas
- ditumbuhi kapang yang menyebar di permukaan tape
Salah satu kelemahan makanan yang difermentasi oleh kapang dibandingkan makanan yang difermentasi khamir dan bakteri adalah adanya pertumbuhan miselium kapang pada permukaan makanan yang mempengaruhi penampakan makanan tersebut. Begitu juga dengan tape ini, bagi yang tak biasa melihat dan mengkonsumsinya mungkin merasa agak risih melihat tape yang ditumbuhi mikroba putih-putih di permukaanya.
Reaksi kimia yang terjadi pada pembuatan tape ini adalah perubahan polisakarida (pati) menjadi gula sederhana kemudian gula sederhana ini difermentasi lanjut menjadi alcohol dan CO2. Fermentasi glukosa pada prinsipnya terdiri dari dua tahap :
1. pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang atom hidrogen menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa.
2. senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hydrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama, membentuk senyawa-senyawa lain sebagai hasil fermentasi. Reaksi oksidasi tidak dapat berlangsung tanpa reaksi reduksi yang seimbang. Oleh karena itu jumlah atom hydrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama fermentasi selalu seimbang dengan jumlah yang digunakan dalam tahap kedua.
Dalam tahap fermentasi glukosa selalu terbentuk asam piruvat. Pada pembuatan tape ini, jalur pemecahan glukosa menjadi asam piruvat melalui jalur EMP (Embden-Meyerhoff-Parnas)¬¬¬¬¬¬¬. Reaksi yang terjadi :
Glukosa + 2 (ADP + 2 NAD+¬ + Pi)  2 piruvat + 2 ATP + 2(NADH + H+)
Pada tahap kedua fermentasi, asam piruvat akan diubah menjadi alcohol menggunakan atom hydrogen yang terbentuk pada tahap pertama di atas dengan bantuan kataliator berupa enzim yang dihasilkan kapang.
Melalui pangamatan di bawah mikroskop, tampak gambar ragi yang digunakan dalam pembuatan tape ini. Struktur kapang dalam gambar ini berupa kumpulan sel-sel tunggal mirip khamir dan berbentuk bulatan-bulatan.

2. Yogurt
Yogurt merupakan bahan pangan yang cukup bergizi dan enak rasanya. Yogurt dibuat dengan cara fermentasi susu, sehingga akan merubah komposisi susu sedemikian rupa sehingga nilai gizinya akan bertambah.

Kandungan gizi yogurt :
Kalori (kal) 52
Protein (gr) 3,3
Lemak (gr) 2,5
Hidrat arang (gr) 4,0
Ca (mg) 120
P (mg) 90
Fe (mg) 0,1
Vit A (SI) 73
Vit B1 (mg) 0,04
Vit C (mg) 0
Air (gr) 88
b.d.d.(%) 100

Nurwantoro (1997) menyatakan bahwa susu merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Hal ini karena komposisi nutrisinya sangat ideal untuk pertumbuhan mikroba
Pembuatan yogurt dimulai dengan penyiapan kultur starter bakteri asam laktat homofermentatif yaitu Lactobacilllus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Keduanya merupakan bakteri yang mampu mengubah gula/karbohidrat dalam susu menjadi asam laktat. Keduanya diambil sebanyak 1 mL dari tempat penyimpanannya dengan menggunakan pipet (karena cairan) dan dipindahkan ke medium baru (9 mL) berupa susu dalam 2 tabung reaksi yang berbeda. Sebelum dicampuri bakteri, susu divorteks dulu agar komposisi larutan merata. Susu merupakan sumber nutrient bagi untuk pertumbuhan bakteri. Pemindahan dilakukan secara aseptis agar tidak tercampuri mikroba lain yang tidak diinginkan. Starter ini kemudian didiamkan dalam incubator pada suhu kamar selama 24 jam. Tujuaan tahap penyiapan starter ini adalah untuk pembibitan (scale up) bakteri agar biomassanya bertambah dengan cepat. Pada tahap ini bakteri akan mengalami fase adaptai (lag), pertumbuhanj awal, dan log. Fase-fase ini berlangsung kurang lebih selama satu hari. Pada fase log, bakteri bisa mulai dipindahkan ke substrat untuk melakukan fermentasi.
Pada pembuatan yogurt ini, bakteri dari media simpan tidak langsung dicampurkan ke substrat dalam Erlenmeyer agar fase adaptasinya tidak terlalu lama. Pada fase adaptasi, bakteri tidak melakukan aktifitas apa-apa kecuali aktivitas penyesuaian diri terhadap lingkungan. Bila fase ini terlalu lama tentu saja merupakan kerugian bagi industri. Selain itu fase inipun juga belum tentu berhasil, sehingga bila fase ini gagal tentu saja kerugian yang ditanggung juga lebih besar.
Tahap selanjutnya adalah menyiapkan substrat yang akan difermentasi kemudian dilanjutkan dengan pencampuran kultur bakteri. Pembuatan substrat dimulai dengan mencampur 80 mL susu UHT, 4 gr susu skim, 24 gr gula pasir, dan 5 tetes essence (coklat) dalam erlenmeyer. . Susu UHT dan skim di sini berfungsi sebagai sumber nutrien bagi bakteri, selain itu susu skim juga berfungsi sebagai pengental yogurt. Yogurt dari susu skim ini akan mengandung sedikit lemak atau tidak sama sekali. Muchtadi (1980) menyatakan bahwa susu skim merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri karena mengandung gula laktosa, protein, kasein dan vitamin-vitamin mineral, mineral serta air. Hasil akhir kegiatan bakteri terhadap susu tergantung pada apa yang diuraikan oleh bakteri tersebut, yaitu karbohidrat atu protein.
Gula berfungsi sebagai pemanis agar yogurt tidak terlalu masam. Essence berfungsi untuk memperkaya rasa yogurt. Penambahan ekstrak tape juga dapat memberikan nuansa flavor yang khas, hanya saja penambahan ekstrak tape ini dilakukan kelompok lain.
Langkah selanjutnya adalah melakukan pasteurisasi selama 15 menit dengan cara mengukus Erlenmeyer tadi dalam panci (dandang). Hal ini bertujuan untuk membunuh mikroba lain yang mungkin terikut dalam substrat agar tidak mengganggu proses fermentasi susu atau menghasilkan zat-zat berbahaya bagi manusia. Setelah 15 menit, erlenmeyer diambil dan didinginkan dengan cara merendam alas erlenmeyer dengan air agar proses pendinginan lebih cepat. Pendinginan ini bertujuan agar starter yang akan ditambahkan nanti tidak mati.
Starter yang telah berumur satu hari diambil dari inkubator lalu divorteks agar campuran merata lalu ditambahkan ke dalam substrat dalam erlenmeyer terebut. Kemudian campuran baru ini dipindahkan ke dalam cup (gelas) dan plastik bersih lalu disimpan dalam incubator pada suhu kamar selama 24 jam. Pada proses inkubasi ini, mikroba juga mengalami fase adaptasi, pertumbuhan awal, dan log.
Dalam hal ini yang dominan mula-mula adalah S. thermophillus sehingga dapat menghasilkan asam laktat. Tetapi pertumbuhan selanjutnya, bakteri ini akan terhambat oleh keasaman yang dihasilkannya sendiri. Oleh karena itu bakteri ini akan akan menjadi inaktif (memasuki fase stasioner) sehingga kemudian akan tumbuh bakteri jenis L. bulgaricus yang lebih toleran terhadap[ asam daripada S. thermophillu. Lactobacillus ini juga akan menghasilkan asam lebih banyak lagi sampai jumlah tertentu yang dapat menghambat pertumbuhannya. Selama pembentukan asam tersebut pH susu akan turun sehingga terbentuk ''curd" (dadih) susu (Winarno,1980).
Jadi kedua mikroba tersebut tumbuh bersama secara simbiosis. S. thermophyllus tumbuh terlebih dulu karena dirangsang oleh glisin dan histidin sebagai hasil degradasi oleh L. bulgaricus. Sedangkan lactobacillus bulgaricus akan tumbuh dengan pesat setelah Streptococcus thermophyllus memasuki fase stasioner dan pertumbuhannya dirangsang oleh adanya CO2 yang dihasilkan Streptococcus thermophyllus.
Sudarmadji (1989) menyatakan bahwa kedua mikrobia tersebut tumbuh secara bersama-sama. Lactobacillus menghidrolisa protein menjadi asam amino dan dipeptida untuk menstimulasi pertumbuhan Streptococcus dan kemudian terjadi pengasaman susu. Pembentukan flavor dan asam laktat serta asetoldehid memberikan produk spesifik L. bulgaricus pembentuk lendir juga merupakan stabilizer produk yogurt.
Kasein merupakan protein utama dalam susu. Kasein dalam susu terdapat sebagai suspensi koloid yang memberikan warna putih "opaque" (tidak tembus cahaya) pada susu. Fermentasi laktosa akan menhasilkan asam yang akan menurunkan pH larutan. Bila keasaman meningkat, kasein akan menggumpal dan diikuti dengan keluarnya cairan (whey) dari gumpalan kasein (curd). Apabila mikroba yang memfermentasi gula susu terebut membentuk gas, maka gelembung-gelembung gas tersebut akan membuat lubang pada gumpalan kasein (Muchtadi,1980).
Pada praktikum ini, kelompok 4 berhasil dalam membuat yogurt. Hal ini ditandai dengan penampakan/karakteristik yang sama dengan yogurt pada umumnya, yaitu berasa asam, semi solid, putih dan aroma khas. Rasa asam disebabkan karena terbentuknya asam laktat dalam proses fermentasi, sedangkan struktur semi solid dikarenakan oleh kenaikan asam yang mengakibatkan kasein menjendal.
Meskipun yogurt mampu memperlama proses kerusakan susu, namun yogurt juga mempunyai umur simpan terbatas Winarno (1980) menyatakan bahwa pada keasaman yang tinggi Lactobacillus akan mati dan kemudian tumbuh ragi dan kapang yang lebih toleran terhadap asam. Kapang akan mengoksidasi asam, sedangkan ragi akan menghasilkan hasil-hasil akhir yang bersifat basa dari reaksi proteolisis, sehingga keduanya menurunkan asam sampai titik dimana bakteri pembusuk proteolitik dan lipotik akan mencerna curd dan menghasilkan gas serta bau busuk.
Hubungan antara jumlah asam dan pertumbuhan mikroba pada susu dapat dilihat pada gambar berikut : (maaf tidak bisa ditampilkan).

Struktur fisik kedua bakteri yang digunakan dalam pembuatan yogurt ini dapat dilihat melalui mikroskop dengan perbesaran 10 x 16. Struktur Lactobacillus berupa batang (baksil) panjang yang tersusun secara menggerombol. Sedangkan struktur Streptococcus berbentuk bulat yang tersususn secara mengggerombol/berantai.
Yogurt hasil praktikum kelompok 4 dikemas dalam bentuk cup kecil dengan netto 28,7 gr. Selain itu yogurt juga dikemas dalam bentuk lain yaitu dikemas dalam plastic es. Model pengemasan ini memudahkan konsumen dalam mengamati barang yang akan dibelinya dan memudahkan dalam membawanya. Dilihat secara sepintas dari cara pengemasannya dapat ditebak tentang segmentasi pasar kedua jenis produk tersebut. Untuk produk dengan kemasan cup ditujukan di segmen menengah ke atas, sedangkan produk dengan kemasan plastic bagi kalangan menengah ke bawah. Pembedaan jenis segmen ini tentu saja menuntut pembedana harga, sehingga produk dengan kemasan cup hendaknya dijual/kg-nya lebih mahal daripada yang kemasan plastic.
Untuk menarik calon pembeli maka perlu pelabelan kemasan. Hal ini berfungsi sebagai langkah product differentiation agar produk perusahaan tampil beda dengan produk lain yang sudah ada. Label dibuat semenarik mungkin dengan pewarnaan, rangkaian kata, informasi produsen dan berat netto produk. Produk kelompok 4 ini diberi merk 'frushy' yang memberi image rasa segar (fresh) pada konsumen. Rasa coklat yang merupakan flavour utama produk ini diinformasikan dengan tulisan dan warna menarik sehingga konsumen ingin membelinya. Ditambahkan pula dalam kemasan ini rangkaian kata 'fresh yogurt from us for you' yang mengesankan pada konsumen tentang kenikmatan produk, upaya pelayanan konsumen serta penjagaan mutu produk.

3. BEPA
BEPA merupakan salah satu cara penentuan berapa kapasitas produk (dalam satuan rupiah maupun unit produk) yang harus dihasilkan agar perusahaan tidak untung dan untuk rugi. Dalam pembuatan yogurt ini, penentuan nilai BEP dimulai dengan mengklasifikasikan bahan-bahan dan alat-alat produksi yang termasuk biaya tetap (FC) maupun biaya variable (VC).
Suatu bahan dan alat dikatakan termasuk FC bila biaya bahan dan alat tersebut tidak dipengaruhi oleh kapasitas produksi yang dihasilkan selama periode produksi tertentu. Yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah kompor gas, tabung gas, dandang, sendok, tabung reaksi, pipet, dan pengaduk. FC untuk barang-barang ini merupakan nilai biaya yang harus dikeluarkan tiap tahun (A).
Bila telah diketahui tingkat suku bunga yang sedang berlaku, harga barang, dan umur ekonomisnya, maka nilai annual (A) barang tersebut bias dicari dengan menggunakan rumus :
A = { P( i ( 1 + i )n} : { (1 + i)n – 1} ¬¬;
dimana i = 1,08 % dan n = lama umur ekonomis
Contoh perhitungan :
A (kompor gas) = {Rp 24.000,00*(0,0108*(1+0,0108)60} : {(1+0,0108)60 1}
A = Rp 5.455,82
Demikian seterusnya untuk barang-barang yang termasuk kategori ini dicari nilai annualnya kemudian dijumlahkan. Jumlah dari nilai annual ini disebut sebagai TFC. Dari hasil perhitungan, diketahui nilai TFC dalam produksi yogurt ini sebesar Rp 14.940,695.
Suatu bahan dan alat dikatakan termasuk kategori barang yang menimbulkan VC jika biaya yang harus dikeluarkan untuk barang tersebut berubah-ubah secara proporsional sesuai perubahan kapasitas produksi. Yang termasuk dalam kategori barang-barang ini antara lain essence, susu skim, susu UHT, kemasan cup, kemasan plastic, gula pasir, merk produk, gas, tenaga kerja, dan starter. Nilai VC tiap barang dihitung dengan rumus yang sama dengan di atas. Total dari VC ini disebut sebagai TVC. Dari hasil perhitungan, diketahui nilai TVC dalam produksi yogurt ini sebesar Rp 1.655.759,37.
Dengan diketahuinya nilai TFC dan TVC ini maka dapat dicari pula nilai TC (Total Cost) dengan rumus
TC = TFC + TVC = Rp 14.940,695 + Rp 1.655. 759,37
Sehingga diperoleh nilai TC sebesar Rp 1.670.700,065.
Bila besar profit yang diinginkan adalah sebesar 10 % dari TC, maka : Profit = 10 % * Rp 1.670.700,065
= Rp 167.070,0065
Dan bila perusahaan bekerja selama 25 hari per bulan dengan kapasitas produksi per harinya sebesar 184,23 gr maka kapasitas produksi per bulannya sebesar :
A = 25 hari * jumlah produksi dalam 1 hari
= 25 * 184,23= 4.605,75 gr
= 4,606 kg
Dengan diketahuinya nilai-nilai ini maka dapat dicari besarnya harga jual yogurt tiap kg-nya dengan rumus :
Price (P) = (TC + profit) : A
P = Rp ( 1.670.700,065 +167.070,0065) : 4,606 kg
P = Rp 398.994,805 /kg
Sehingga total penjualan (S) per bulan :
S = A*P= 4,606 kg*Rp 398.994,805 /kg
= Rp 1.837.770,071
Untuk mencari nilai titik impas agar perusahaan tidak untung dan tidak rugi, maka dapat digunakan rumus :
BEP (dalam kg) = TFC : {P-(TVC/A)}
= Rp 14.940,695 : { Rp 398.994,805-(Rp 1.655. 759,37/4,606 kg)}
= 0.379 kg
BEP (dalam Rp) = TFC : {P-(TVC/S)}
= Rp 14.940,695 : { Rp 398.994,805-(Rp 1.655. 759,37/ Rp 1.837.770,071)}
= Rp 150.856,856
Jadi, bila perusahaan ingin mendapatkan untung maka perusahaan harus mampu menjual produk yogurtnya di atas 0,379 kg atau hasil jualnya di atas Rp 150.856,856.


RINGKASAN




1. Fermentasi ketela menjadi tape menggunakan jasa kapang A.rouxii. Bentuk kapang ini mirip khamir (unisel)
2. Perubahan yang terjadi pada pembuatan tape adalah : polisakarida (pati)  gula sederhana (glukosa dan maltosa)  alcohol dan CO2. Perubahan ini memberi aroma, rasa dan tekstur yang khas pada tape.
3. Yogurt merupakan bahan pangan dari susu yang difermentasi dengan menggunakan bakteri asam laktat Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus . bentuk kedua bakteri tersebut berupa bulatan (cocus) dan batang (baksil) panjang. Kedua jenis bakteri tersebut hidup secara menggerombol.
4. Pegolahan susu menjadi yogurt mampu meningkatkan kadar gizi, nilai ekonomi, dan umur simpan susu.
5. Aroma, rasa, tekstur, dan kandungan zat dalam yogurt berbeda dengan bahan asalnya
6. Rasa asam pada yogurt karena adanya asam laktat yang dihasilkan bakteri asam laktat.
7. Penjendalan (struktur semi solid) pada yogurt disebabkan oleh kenaikan asam (penurunan pH) yang mengakibatkan protein (kasein) dalam susu menjendal
5. Produksi yogurt membuka banyak alternative/peluang bisnis dalam dunia industri pangan
6. Pengkayaan dan penganekaragaman flavour dan rasa yogurt merupakan salah satu cara pengembangan segmentasi pasar dan pemosisian produk yogurt yang baik
7. Pembuatan yogurt harus benar-benar aseptis agar tidak terjadi kegagalan produksi dan terjadinya bahaya akibat aktivitas mikroba _ias_gen
8. Nilai BEP merupakan nilai yang menunjukkan jumlah produk yang harus terjual agar erusahaan tidak untung dan tidak rugi.
9. Pada praktikum ini, nilai BEP yogurt = 0.379 kg
= Rp 150.856,856


Ditulis oleh : Mahmud Hasan
Dari Laporan Praktikumnya
(Maaf bila analisa belum mendalam).

1 comments: